Minggu, 26 Oktober 2014

sebiru hari ini

SEBIRU HARI INI versiku (puisi)


sebiru hari ini
birunya bagai langit di taman surga
seindah hari kita
walau kita telah berpisah

seindah hari ini
indah nya takkan bisa terulang

seindah pertemanan kita yg tak harus dilupakan
bukan kah hati kita telah lama menyatu?
iya.. telah lama menyatu dalam tali kisah
persahabtan yang diciptakan oleh Tuhan

pegang erat tangan kita dalam genggaman cinta dan semangat
hapus air mata bila kita telah berpisah

semangat selalu teman!
tetaplah berjuang
semoga kita bertemu kembali  

kenang masa indah kita sebiru hari ini ....
(edcoustic)



AvG + d oddonkz

puisi yang gak seberapa

k a s i H

kasih adalah perasaan indah menghangatkan

yang seseorang dapat berikan padamu
perasaan sunyi. . . . . .

jauh di dalam lubuk hati bila engkau harus berpisah dengan nya


kasih adalah perasaan suka cita

karena pandangan seseorang dengan senyum bahagia

perasaan terhibur manakala ada yang mendampingimu setiap saat


kasih adalah perasaan ajaib yg menyenangkan..

perasaan indah

mempersatukan...

dan hanya dapat dinbikmati hanya bersama dengan nya saja



Untuk kita renungkan


Kejujuran sebuah kata yang sangat sederhana tapi sekarang menjadi barang langka dan sangat mahal harganya. Memang ketika kita merasa senang dan segalanya berjalan lancar, mengamalkan kejujuran secara konsisten tidaklah sulit, tetapi pada saat sebuah nilai kejujuran yang kita pegang berbenturan dengan perasaan, kita mulai tergoncang apakah tetap memegangnya, atau kita biarkan tergilas oleh keadaan. Sebuah kisah kejujuran yang sangat menyentuh hati, dua orang anak kecil menjajakan tisu di pinggir jalan. Membuat kita mesti belajar banyak tentang arti sebuah kejujuran.








UNTUK DIRENUNGKAN: Kisah Kejujuran Dua Bocah Penjual Tissue di Pinggir Jalan



dua manusia super

Siang ini, tanpa sengaja, saya bertemu dua manusia super. Mereka makhluk-makhluk kecil, kurus, kumal berbasuh keringat. Tepatnya di atas jembatan penyeberangan Setia Budi, dua sosok kecil berumur kira-kira delapan tahun menjajakan tissue dengan wadah kantong plastik hitam. Saat menyeberang untuk makan siang mereka menawari saya tissue di ujung jembatan, dengan keangkuhan khas penduduk Jakarta saya hanya mengangkat tangan lebar-lebar tanpa tersenyum yang dibalas dengan sopannya oleh mereka dengan ucapan, “Terima kasih Oom!” Saya masih tak menyadari kemuliaan mereka dan cuma mulai membuka sedikit senyum seraya mengangguk ke arah mereka.

Kaki-kaki kecil mereka menjelajah lajur lain di atas jembatan, menyapa seorang laki laki lain dengan tetap berpolah seorang anak kecil yang penuh keceriaan, laki-laki itu pun menolak dengan gaya yang sama dengan saya, lagi-lagi sayup-sayup saya mendengar ucapan terima kasih dari mulut kecil mereka. Kantong hitam tempat stok tissue dagangan mereka tetap teronggok di sudut jembatan tertabrak derai angin Jakarta. Saya melewatinya dengan lirikan kearah dalam kantong itu, dua pertiga terisi tissue putih berbalut plastik transparan.

Setengah jam kemudian saya melewati tempat yang sama dan mendapati mereka tengah mendapatkan pembeli seorang wanita, senyum di wajah mereka terlihat berkembang seolah memecah mendung yang sedang menggayuti langit Jakarta.

“Terima kasih ya mbak … semuanya dua ribu lima ratus rupiah!” tukas mereka, tak lama si wanita merogoh tasnya dan mengeluarkan uang sejumlah sepuluh ribu rupiah.

“Maaf, nggak ada kembaliannya … ada uang pas nggak mbak?” mereka menyodorkan kembali uang tersebut. Si wanita menggeleng, lalu dengan sigapnya anak yang bertubuh lebih kecil menghampiri saya yang tengah mengamati mereka bertiga pada jarak empat meter.

“Oom boleh tukar uang nggak, receh sepuluh ribuan?” suaranya mengingatkan kepada anak lelaki saya yang seusia mereka. Sedikit terhenyak saya merogoh saku celana dan hanya menemukan uang sisa kembalian food court sebesar empat ribu rupiah. “Nggak punya!”, tukas saya. Lalu tak lama si wanita berkata “Ambil saja kembaliannya, dik!” sambil berbalik badan dan meneruskan langkahnya ke arah ujung sebelah timur.

Anak ini terkesiap, ia menyambar uang empat ribuan saya dan menukarnya dengan uang sepuluh ribuan tersebut dan meletakkannya kegenggaman saya yang masih tetap berhenti, lalu ia mengejar wanita tersebut untuk memberikan uang empat ribu rupiah tadi. Si wanita kaget, setengah berteriak ia bilang “Sudah buat kamu saja, nggak apa..apa ambil saja!”, namun mereka berkeras mengembalikan uang tersebut. “Maaf mbak, cuma ada empat ribu, nanti kalau lewat sini lagi saya kembalikan !”

Akhirnya uang itu diterima si wanita karena si kecil pergi meninggalkannya. Tinggallah episode saya dan mereka. Uang sepuluh ribu digenggaman saya tentu bukan sepenuhnya milik saya. Mereka menghampiri saya dan berujar “Om, bisa tunggu ya, saya ke bawah dulu untuk tukar uang ke tukang ojek!”

“Eeh … nggak usah … nggak usah … biar aja … nih!” saya kasih uang itu ke si kecil, ia menerimanya, tapi terus berlari ke bawah jembatan menuruni tangga yang cukup curam menuju ke kumpulan tukang ojek. Saya hendak meneruskan langkah tapi dihentikan oleh anak yang satunya, “Nanti dulu Om, biar ditukar dulu … sebentar.”

“Nggak apa apa, itu buat kalian” lanjut saya. “Jangan … jangan oom, itu uang oom sama mbak yang tadi juga” anak itu bersikeras. “Sudah … saya ikhlas, mbak tadi juga pasti ikhlas !”, saya berusaha membargain, namun ia menghalangi saya sejenak dan berlari ke ujung jembatan berteriak memanggil temannya untuk segera cepat.

Secepat kilat juga ia meraih kantong plastik hitamnya dan berlari ke arah saya. “Ini deh om, kalau kelamaan, maaf ..”. Ia memberi saya delapan pack tissue. “Buat apa?”, saya terbengong “Habis teman saya lama sih oom, maaf, tukar pakai tissue aja dulu”. Walau dikembalikan ia tetap menolak.

Saya tatap wajahnya, perasaan bersalah muncul pada rona mukanya. Saya kalah set, ia tetap kukuh menutup rapat tas plastik hitam tissuenya. Beberapa saat saya mematung di sana, sampai si kecil telah kembali dengan genggaman uang receh sepuluh ribu, dan mengambil tissue dari tangan saya serta memberikan uang empat ribu rupiah. “Terima kasih Om!”..mereka kembali ke ujung jembatan sambil sayup sayup terdengar percakapan, “Duit mbak tadi gimana ..?” suara kecil yang lain menyahut, “Lu hafal kan orangnya, kali aja ketemu lagi ntar kita kasihin …….”.

Percakapan itu sayup sayup menghilang, saya terhenyak dan kembali ke kantor dengan seribu perasaan. Tuhan, hari ini saya belajar dari dua manusia super, kekuatan kepribadian mereka menaklukan Jakarta membuat saya trenyuh, mereka berbalut baju lusuh tapi hati dan kemuliaannya sehalus sutra, mereka tahu hak mereka dan hak orang lain, mereka berusaha tak meminta minta dengan berdagang tissue.

Dua anak kecil yang bahkan belum balig, memiliki kemuliaan di umur mereka yang begitu belia. Kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimana-mana. Apa yang bukan milik kita, pantang untuk kita ambil.

sumber : Mbak Ayu Riska Putry

Minggu, 19 Oktober 2014

visi hidup mulai tahun 2014 :

 

Tahun 2014-2019 :
1. Memiliki kendaraan dari Uang tabungan sendiri (Alhamdulillah sudah tercapai)
2. Menjadi Mahasiswa Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (Alhamdulillah sudah tercapai)
3. Lulus dengan IP (3,0-4,0) (Alhamdulillah sudah tercapai)
4. Wisuda Bersama Keluarga khususnya kedua orang tua dan adik adik (Alhamdulillah belum tercapai, karena wisuda bareng Ayah dan Paman doang)
5. Jalan jalan ke Istana Presiden RI, Kota kembang, Cimahi, Trans Studio Bandung, Monas, Tangkuban Perahu (Alhamdulillah sudah tercapai)
6. Menjadi CPNS dan PNS KEMENKEU khususnya di Direktorat Jenderal Pajak (Alhamdulillah sudah tercapai)
7. Melihat Ayah berangkat Haji (Alhamdulillah sudah tercapai)

Tahun 2019-2023 :
1. Melanjut ke D3 Khusus PKN-STAN  (Alhamdulillah sudah tercapai)
2. Memahami bursa efek dan Dollar dan mata uang yang akan Berlaku di tahun tersebut
3. Melanjut S1 Ekonomi 
4. Membuat buku Humor dan Novel (mengikuti jejak bang Radit) (Alhamdulillah lagi proses)
5. Melihat Ibu berangkat Haji
6. Menikah dengan istri Sholeha

Tahun 2023-2027 :
1. Punya Mobil (Alhamdulillah sudah ada ) dan Rumah sendiri
2. Umroh bersama Istri + Naik Haji
3. Melanjut S2 keluar Negeri dengan beasiswa

Tahun 2027-2031 :
1. Menjadi Pengusaha Property, Elektronik dll. Namun, tetap menjadi Pegawai Pajak
2. Jalan jalan ke kota Manchester dan Paris nonton klub sepakbola Manchester United (MU) di Inggris dan nonton klub sepakbola Paris Saint Germain (PSG)
3. Membuat buku dengan inovasi sendiri

Tahun 2031-akhir Hayat :
1. Membangun Yayasan/Rumah singgah untuk anak-anak yang kurang beruntung dalam menjalani hidup
2. Membuat "Ridho foundation" dengan skala Internasional dengan cakupan bidang kesehatan, budaya dan perlindungan anak
3. Masuk Surga

Tak Perlu Kau Berlari mengejar mimpi yang tak pasti, hari ini juga mimpi maka biarkan ia datang dihatimu.

SEMOGA TERCAPAI SEMUA

AMIIIIN



Selasa, 14 Oktober 2014

Kaleng kaleng emas



Kuliah?? Kami gak kuliah kok,, kami sekolah,,, sekolah kedinasan :D

Banyak yang meragukan ikatan dinas maupun ikatan kerja di PKN-STAN (dulu saat cerita ini pertama kali di publish) itu adalah hal yg tidak perlu di permasalahkan.. kalau memang niat masuk PKN-STAN yaudah coba hadapi rangkaian test nya, jangan hanya rencana ini itu aja dan jangan cuma dengerin "KATANYA". Bagi yang meragukan Diploma 1 PKN-STAN mending cari sekolah/kampus ikatan dinas lain atau PTN favorit kalian masing masing ajadeh. Yang paling sok hebat itu, yang membanggakan karena udah di PTN Favorite keterima di Diploma I PKN-STAN tapi masih ragu dan malah tinggalin D1nya duh. plis gae...kalian udah berhasil mengalahkan banyak saingan ketika USM, kalian juga sudah banyak MEMATAHKAN harapan mereka untuk Melanjutkan Pendidikan disini , apa kalian tidak pernah berpikir kalau memang banyak yang sengaja Memilih DI karena ingin cepat kerja?? untuk membantu keuangan keluarga?? apa kalian tidak berpikir juga, apabila nanti kalian meninggalkan itu teman yg lain yang ga keterima jadi sedih??jujur ya, disini banyak kok Mahasiswa/i yang dapat universitas no 1,2,3  di Indonesia ataupun di daerah nya, di tinggalkan demi POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN.

Kami disini untuk ibu pertiwi,, kami hanya rakyat biasa, mahasiswa yang di dominasi diploma 3 dan diploma 1, tapi kami tidak minder. Karena kami tahu tujuan kami, tahu mau jadi apa kami nanti dan tahu dimana letak kesuksesan yang sesungguhnya (Sorry agak lebay). Disini bukan DIPLOMA seperti yang ada di pikiran kalian.

Kami disini untuk ibu pertiwi,, ada yang rela berbulan-bulan bahkan bertahun tahun kuliah di PTN kok malah pindah ke STAN?  Ada, ada yang rela ikut Bimbingan belajar, menghabiskan dana yang tidak sedikit? Ada, Gak masalah sih. Malah makin keren. kan tetesan keringatmu ketika bimbel/apalah akan dibalas dengan hasil yang didapat pula nantinya. kenapa Mahasiswa PTN dengan berbagai jenis jurusan Favorit lebih memilih PKN-STAN?  Berarti proyeksi di STAN lebih menjanjikan dong… hehe 

Kami disini untuk ibu pertiwi,, Bersyukurlah kita bisa sekolah, bisa kuliah, bisa melanjutkan pendidikan. Jadi jangan pernah permasalahkan nama kampus, lokasi BDK mana (sekarang sudah tidak ada di BDK lagi), apapun itu, yang penting almamater tetap di jaga! Gak peduli anak IPA atau IPS maupun kejuruan, disini kita satu untuk tanah air.

Kami disini untuk ibu pertiwi, banyak yang ngoceh tentang GAYUS TAMBUNAN yang gak seberapa itu (apalagi kami yang kalung-kuning ini). Memang masyarakat awam mengenal itu karena keburukan nya saja.. pernah tidak memikirkan lulusan STAN yang luar biasa? kenal Sudirman Said? Helmi Yahya? Mereka juga Alumni STAN. Yang membawa nama INDONESIA ini harum baik di Indonesia bahkan Internasional. Ubah pola pikir kita teman.

Kami disini untuk ibu pertiwi, belajar yang baik, mengikuti peraturan yang berlaku itulah tugas kita. Biarlah mereka berkarya sesuai bidangnya masing-masing. 

"karena Rezeki musang tidak akan di ambil harimau, jika diambil Harimau, mungkin musang sudah punah sejak dahulu .Rezeki sudah ada yang mengatur"

 setelah kita berusaha dan berdoa, untuk selanjutnya biarkan Tangan Tuhan yang bertindak. Karena kita adalah pengabdi BANGSA. Untuk Indonesia tercinta.





note : Sekedar motivasi, jika ada yang tidak berkenan mohon izin